- Pemerintah dan ulama Irak dibuat bingung oleh sebuah salinan Al Quran. Sebab, kitab suci tersebut konon ditulis dengan darah mantan penguasa negeri itu, Sadam Hussein.
Salinan itu dibuat di akhir tahun 1990-an. Kala itu, Saddam memerintahkan para ahli kaligrafi untuk menyalin Al Quran menggunakan darahnya. Dengan dalil sebagai ungkapan rasa syukur pada Allah, Saddam menyumbangkan 27 liter darahnya, dalam waktu dua tahun, sebagai pengganti tinta.
Ada dua pilihan yang sulit yang harus segera diambil terkait salinan Quran itu: dihancurkan atau dipertahankan.
"Apa yang dilakukannya, menulis Quran dengan darah adalah salah, haram," kata salah satu ulama Irak, Sheikh Samarrai, seperti dimuat laman The Guardian.
Peninggalan Saddam tersebut saat ini disimpan di sebuah ruangan dengan tiga pintu terkunci di masjid di Baghdad.
Sejumlah ilmuwan Barat turut memberikan pendapat soal ini.
Seperti dimuat situs LiveScience, Rabu, 22 Desember 2010, konservator di Museum Winterthur sekaligus profesor University of Delaware, Bruno Pouliot, mengatakan dari sisi seni, darah biasa digunakan untuk melukis atau menulis.
Tapi, itu biasanya menggunakan darah hewan bukan manusia--meski ada juga seniman yang memakai darah atau rambut manusia dalam karyanya. "Yang biasa digunakan adalah darah sapi," kata dia.
Penggunaan darah manusia, kata Pouliot, sangat terkait dengan persoalan etika. Bahkan dalam seni sekalipun, penggunaan darah manusia ditabukan. "Tabu, karena berkaitan dengan risikonya," kata dia.
Risiko yang dimaksud terkait penyakit yang berhubungan dengan darah seperti Ebola, Hepatitis B, dan HIV.
Sementara itu, Wakil Direktur Eksekutif Pusat Darah Amerika Serikat, Celso Bianco, mempertanyakan kebenaran penggunaan darah Saddam Hussein yang mencapai 27 liter dalam dua tahun.
Menurut regulasi di AS, donor darah yang dibolehkan hanyalah lima atau enam liter selama satu tahun, atau kurang dari segalon. Normalnya, 27 liter darah Saddam itu diambil selama sembilan tahun. "Ini jumlah yang luar biasa. Kalau angka itu benar, pasti bikin dia anemia," kata Bianco.